gambar: koleksi pribadi
يَاوَيْلَتَى، لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيْلًا
“Wah celaka besar
aku, Seandainya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku” (QS.
Al-Furqan [25] : 28)
Manusia diciptakan Allah sebagai
makhluq yang tidak dapat hidup sendiri, dia membutuhkan makhluk lain untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk mengambil keputusan, ia akan selalu
memerlukan teman; teman hidup, teman berbicara, teman berfikir, teman bersiyasah,
teman berjuang, dan teman dalam kasab. Pada dasarnya kita bebas memilih
teman-teman itu, apapun tingkat sosialnya; miskin, kaya, pejabat, rakyat. Namun
kita tidak bisa bebas memilih teman dari tingkah laku, kebiasaan dan akhlaqnya.
Islam melarang umatnya untuk bergaul dengan orang-orang kafir, musyrik, zhalim,
orang-orang jahat, yahudi, kristen dan syetan. Teman pergaulan itu akan
mempengaruhi corak kehidupan kita, bahkan sedikit banyak akan mengikuti
kebiasaan-kebiasaannya.
Rasulullah
saw memberi perumpamaan, “Perumpamaan teman yang shalih dengan teman yang jahat
seumpama penjual minyak minyak kasturi dan peniup kir (pandai besi); Bila
engkau bergaul dengan penjual minyak wangi nantinya engkau akan diberi, atau
tertarik untuk membeli darinya, atau sekurang-kurangnya engkau akan mencium bau
yang harum. Dan bila engkau bergaul dengan tukang pandai besi mungkin bajumu
akan terbakar atau engkau akan mencium asap yang jelek.” (HR. Bukhary)
Persahabatan
itu akan mencuri tabi’at, Al-Mushohabatu tasriqu th-thobiy’ah. Apabila kita
ingin mengetahui tabi’at atau kebiasaan seseorang jangan ditanya nasabnya
tetapi lihatlah qarin-nya (temannya); dengan siapa dia hidup, apa kebiasaan
temannya. Contoh yang paling berpengaruh adalah bahasa, sebab ia harus
berkomunikasi dengan temannya. Tidak mungkin ia akan bisa tahan hidup di tempat
yang tidak dimengerti bahasanya. Apabila ingin mensholehkan akhlak kita, maka
harus bergaul dengan orang-orang sholeh. Perhatikan pula anak-anak kita, dengan
siapa mereka berteman.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar