وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ
لُّمَزَةٍ. الَّذِى جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ.
Kecelakaanlah bagi
setiap pengumpat lagi pencela (humazah lumazah). Yang mengumpulkan harta dan
menghitung-hitung (QS. Al-Humazah [104] : 1-2).
Maka
jika ada seorang ustadz berani merendahkan dan menyepelekan ustadz lainnya,
berarti ustadz tersebut telah menjadi humazah-lumazah. Hatinya kotor
karena tidak ada ruang di kalbunya untuk ber-husnu zhan. Ia juga pasti
sudah terobsesi dengan harta. Ingin hartanya banyak dan tidak pernah berkurang.
Ingin agar jama’ah pengajian selalu mengutamakannya dan tidak mengistimewakan
ustadz yang direndahkannya tersebut.
Demikian
halnya dengan seorang pejabat, pedagang, guru, dosen, bahkan buruh dan karyawan
sekalipun. Semua sikap humazah dan lumazah yang lahir dari diri
tanpa kontrol adalah sebuah pertanda yang jelas betapa hati sudah sangat kotor
oleh obsesi harta. Bohong belaka jika kerenggangan yang terjadi tersebut
diklaim karena beda idealisme atau bahkan ideologi, sebab faktanya agama mereka
sama; islam. Apalagi jika misi mereka sama juga; sama-sama satu ormas, satu
sekolah, satu pesantren, satu kampus, atau satu perusahaan. Semua kerenggangan
yang terjadi pasti disebabkan keengganan untuk berbagi, ketidakmauan melihat
orang lain lebih maju, dan ketidakberanian untuk menerima takdir. Kotoran-kotoran
hati tersebut berasal dari obsesi harta.
Maka
dari itu tepat sekali jika al-Qur’an memberi tuntunan kepada manusia untuk rutin
memberikan zakat dan shadaqah. Sebab hanya amal itulah yang bisa menghilangkan
obsesi terhadap harta yang akan mengotori jiwa. Allah SWT misalnya menyatakan: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan (harta) dan mensucikan (jiwa) mereka (QS. at-Taubah [9] : 103).
Atau seperti disinggung dalam ayat lain: “Dan kelak akan dijauhkan orang
yang paling taqwa dari meraka itu. Yaitu yang menafkahkan hartanya (di jalan
Allah) untuk membersihkan (jiwa)-nya. Bukan karena ada seseorang yang
memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan
itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Mahatinggi. Dan kelak
dia benar-benar mendapat kepuasan." (Qs. Al-Lail [92] : 17-21).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar